KABINET NATSIR (6 September 1950 - 21 Maret 1951)
Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir
(Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang
dipimpin Masyumi, di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen
tidak turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang sesuai.
Kabinet ini merupakan kabinet dimana tokoh-tokoh terkenal duduk di
dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Asaat, Ir. Djuanda, dan
Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, sehingga kabinet ini merupakan Zaken
Kabinet.
Program - program dari Kabinet Natsir, di antaranya meliputi :
- mempersiapkan dan
menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante.
- mencapai konsolidasi dan
penyempurnaan susunan pemerintahan serta membentuk peralatan negara yang
kuat dan daulat.
- menggiatkan usaha keamanan dan
ketentraman
- menyempurnakan organisasi
Angkatan perang dan pemulihan bekas – bekas anggota tentara dan gerilya
dalam masyarakat.
- memperjuangkan penyelesaian
soal Irian Barat secepatnya.
- mengembangkan dan memperkokoh
kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi pelaksanaan ekonomi nasional
yang sehat.
- membantu pembangunan perumahan
rakyat serta memperluas usaha – usaha meninggikan derajat kesehatan dan
kecerdasan rakyat
Keberhasilan yang pernah dicapai Kabinet Natsir :
- Di bidang ekonomi, ada Sumitro
Plan yang mengubah ekonomi kolonial ke ekonomi nasional
- Indonesia masuk PBB
- Berlangsung perundingan antara
Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
- Pada penerapan Sumitro Plan,
pengusaha nasional diberi bantuan kredit, tetapi bentuan itu diselewengkan
penggunaannya sehingga tidak mencapai sasaran.
- Upaya memperjuangkan masalah
Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan).
- Timbul masalah keamanan dalam
negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia,
seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
Berakhirnya kekuasaan kabinet
Natsir :
Penyebab jatuhnya Kabinet Natsir dikarenakan kegagalan Kabinet ini dalam
menyelesaikan masalah Irian Barat dan adanya mosi tidak percaya dari PNI
menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI
menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu
menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Kabinet Natsir
harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)
Setelah jatuhnya kabinet Natsir, Presiden Soekarno menunjukan Sidik
Djojosukatro (PNI) dan Soekiman Wijosandjojo (Masyumi) sebagai formatur dan
berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal
dengan nama Kabinet Sukiman (Masyumi) - Suwirjo (PNI) yang dipimpin oleh
Sukiman.
Adapun program-program Kabinet Sukiman sebagai berikut :
- Bidang keamanan, menjalankan
tindakan – tindakan yang tegas sebagai negara hukum untuk menjamin
keamanan dan ketentraman.
- Sosial – ekonomi, mengusahakan
kemakmuran rakyat secepatnya dan memperbaruhi hukum agraria agar sesuai
dengan kepentingan petani. Juga mempercepat usaha penempatan bekas pejuang
di lapangan usaha.
- Mempercepat persiapan –
persiapan pemilihan umum.
- Di bidang politik luar negri:
menjalankan politik luar negri secara bebas – aktif serta memasukkan Irian
Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
- Di bidang hukum, menyiapkan
undang – undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja
sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.
Hasil yang dicapai :
Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Kabinet Natsir.
Hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya,
seperti awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman, selanjutnya
diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
- Adanya Pertukaran Nota Keuangan
antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika
Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari
pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act
(MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri
RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan
Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia
yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah
memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
- Adanya krisis moral yang
ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga
pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
- Masalah Irian barat belum juga
teratasi.
- Hubungan Sukiman dengan militer
kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi
pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Kejatuhan Kabinet Soekiman merupakan akibat dari ditandatanganinya
persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada
Indonesia atas dasar Mutual Security Act ( MSA ). Peretujuan ini menimbulkan
tafsiran bahwa Indonesia telah memasuki Blok Barat, yang berarti bertentangan
dengan prinsip dasar politik luar negri Indonesia yang bebas aktif. Muncul
pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik
dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa
Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto
(PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur, namun gagal.
Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua
minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo,
sehingga terbentuklah Kabinet Wilopo. Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu
kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam biangnya.
Program Kabinet Wilopo, antara lain :
- Program dalam
negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum
(konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat,
meningkatkan kemakmuran, pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
- Program luar negeri :
Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat
ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang
bebas-aktif menuju perdamaian dunia.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
- Adanya kondisi krisis ekonomi
yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang eksport Indonesia
sementara kebutuhan impor terus meningkat.
- Terjadi defisit kas negara
karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi
penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport
beras.
- Munculnya gerakan sparatisme
dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu
disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke
daerah yang tidak seimbang.
- Terjadi peristiwa 17 Oktober
1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil
sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab
dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan
munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan
kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno
sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri
pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan
perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat
yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan
keamanana di Sulawesi Selatan. Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi
di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD
yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen
dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak. Muncullah mosi tidak percaya
dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan
mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah
perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
- Munculnya peristiwa Tanjung
Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk
kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan
di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah
digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga
pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para
petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin
tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI.
Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya
peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat
kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di
Sumatera Timur (Deli).
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat
Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan
mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Setelah mundurnya Kabinet Wilopo, terbentuk kabinet baru, yaitu Kabinet Ali
Sastroamidjojo. Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Sedangkan,
Masyumi menjadi partai oposisi.
Program – program Kabinet Ali Sastroamidjojo I, yaitu :
- Meningkatkan keamanan dan kemakmuran
serta segera menyelenggarakan Pemilu.
- Pembebasan Irian Barat
secepatnya.
- Pelaksanaan politik bebas-aktif
dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
- Penyelesaian Pertikaian politik
Hasil :
- Persiapan Pemilihan Umum untuk
memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955.
- Menyelenggarakan Konferensi
Asia-Afrika tahun 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
- Menghadapi masalah keamanan di
daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat,
Sulawesi Selatan, dan Aceh.
- Terjadi peristiwa 27 Juni 1955
suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD.
Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952.
Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui
oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang
Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses
pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di
lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni
1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di
Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.
- Keadaan ekonomi yang semakin
memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala
membahayakan.
- Memudarnya kepercayaan rakyat
terhadap pemerintah.
- Munculnya konflik antara PNI
dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali
menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam
kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Setelah jatuhnya Kabinet Ali, sebagai gantinya Wakil Presiden Dr. Muh.
Hatta menunjuk Mr. Burhanuddin Harahap (Masyumi) sebagai formatir kabinet.
Kejadian ini baru pertama kali di Indonesia, formatir kabinet ditunjuk oleh
Wakil Presiden sebagai akibat dari kepergian Soekarno naik Haji ke Mekkah.
Kabinet ini terbentuk pada tanggal 11 Agustus 1955, berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 141 Tahun 1955 tertanggal 11 Agustus 1955 dan mulai bekerja
setelah dilantik tanggal 12 Agustus 1955 dengan dipimpin oleh Burhanuddin
Harahap.
Kabinet Burhanuddin Harahap adalah merupakan kabinet koalisi yang terdiri
atas beberapa partai, bahkan hamper merupakan Kabinet Nasional, sebab jumlah
partai yang tergabung dalam koalisi kabinet ini berjumlah 13 partai. Tetapi
karena masih ada beberapa partai yang sebagai oposisi tidak duduk dalam kabinet
seperti PNI dan beberapa partai lainnya, maka kabinet ini termasuk kabinet
koalisi.
Program – program Kabinet Burhanuddin Harahap, yaitu :
- Mengembalikan kewibawaan
pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat
kepada pemerintah.
- Melaksanakan pemilihan umum
menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya
parlemen baru
- Masalah desentralisasi,
inflasi, pemberantasan korupsi
- Perjuangan pengembalian Irian
Barat
- Politik Kerjasama Asia-Afrika
berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil :
- Penyelenggaraan pemilu pertama
yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15
Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang
mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai
politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan
PKI.
- Perjuangan Diplomasi
Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
- Pemberantasan korupsi dengan
menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer.
- Terbinanya hubungan antara
Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
- Menyelesaikan masalah peristiwa
27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan
Darat pada 28 Oktober 1955.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Setelah hasil pemungutan suara diumumkan dan pembagian kursi di DPR
diumumkan, maka tanggal 2 Maret 1956, Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan
diri, menyerahkan mandatnya kepada Presiden, untuk dibentuk kabinet baru
berdasarkan hasil pemilihan umum. Sebenarnya kabinet ini seandainya terus
bekerja tidak apa-apa selagi tidak ada mosi tidak percaya dari parlemen. Tetapi
secara Etika politik demokrasi parlementer, kabinet ini dengan sukarela
menyerahkan mandatnya, setelah berhasil melaksanakan Pemilu baik untuk anggota
DPR maupun konstituante.
KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Ali Sastroamidjoyo diserahi mandat untuk membentuk kabinet baru pada
tanggal 20 Maret 1956. Kabinet yang terbentuk merupakan hasil koalisi 3 partai
yaitu PNI, Masyumi, dan NU dengan dipimpin oleh Ali Sastroamidjoyo.
Program :
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat
program jangka panjang, sebagai berikut :
- Perjuangan pengembalian Irian
Barat
- Pembentukan daerah-daerah
otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
- Mengusahakan perbaikan nasib
kaum buruh dan pegawai.
- Menyehatkan perimbangan
keuangan negara.
- Mewujudkan perubahan ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah :
- Pembatalan KMB,
- Pemulihan keamanan dan
ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas
aktif,
- Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil :
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari
periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian
KMB pada tanggal 3 Mei 1956.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
- Berkobarnya semangat anti Cina
di masyarakat.
- Muncul pergolakan/kekacauan di
daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan
pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan
Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung
Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
- Memuncaknya krisis di berbagai
daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di
daerahnya.
- Pembatalan KMB oleh presiden
menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda
di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada
orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah
peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
- Timbulnya perpecahan antara
Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan
mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa
mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi (Januari 1957), membuat kabinet
hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada Presiden pada tanggal
14 Maret 1957.
KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet Djuanda/Kabinet Karya resmi dilantik tanggal 9 April 1957. Kabinet
ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang tidak berdasarkan atas dukungan
dari parlemen karena negara dalam keadaan darurat, namun tetap terdiri dari
para pakar yang ahli dalam bidangnya. Kabinet ini dibentuk karena Kegagalan konstituante
dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya
perebutan kekuasaan antara partai politik denga dipimpin oleh Ir. Djuanda.
Program :
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet
Karya, programnya yaitu :
- Membentuk Dewan Nasional
- Normalisasi keadaan Republik
Indonesia
- Melancarkan pelaksanaan
Pembatalan KMB
- Perjuangan pengembalian Irian
Jaya
- Mempergiat/mempercepat proses
Pembangunan
Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah,
perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan
yang sangat buruk.
Hasil yang dicapai :
- Mengatur kembali batas perairan
nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut
pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah
terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan
satu kesatuan yang utuh dan bulat.
- Terbentuknya Dewan Nasional
sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan
kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya.
Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
- Mengadakan Musyawarah Nasional
(Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini
membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan
perang, dan pembagian wilayah RI.
- Diadakan Musyawarah Nasional
Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak
berhasil dengan baik.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
- Kegagalan Menghadapi pergolakan
di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini
menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya
pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
- Keadaan ekonomi dan keuangan
yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis
demokrasi liberal mencapai puncaknya.
- Terjadi peristiwa Cikini, yaitu
peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan
Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya
bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan
keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan
mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
Keyword : 7 Kabinet Demokrasi Parlementer program kerja perdana menteri keberhasilan kmasalah kegagalan setiap kabinet indonesia
1 comment:
apa kabenet-kabenet pada masa parlementer
Kami mengharapkan komentar dan kritikan yang membangun, ..