Hanya suara jangkrik krik
… krik … krik … yang memecah keheningan menjadi semakin mengerikan. Kali ini
Romi hanya berdua dengan Budi dalam menjalankan misinya.
Waktu menunjukan pukul
01.00 AM.
Target sasaran belum juga
terlihat padahal Romi dan Budi telah menunggu lebih dari 3 jam.
“Kemana
wanita yang katanya cantik itu, mengapa belum juga terlihat?” Budi mulai bosan dan mengantuk.
“Mana
pula aku tahu.”
“Tempe.”
Sekuteng … sekuteng …
“Wah
ada tukang sekuteng tuh Rom. Perut juga perlu amunisi nih.”
“Boleh
juga.”
Usul diterima dan
akhirnya mereka memesan dua mangkuk sekuteng.
“Mang
sini mang!” Panggil Budi semangat.
“Sekutengnya
dua mang,” pinta Romi.
“Enggak
kurang malam mang jualannya?” Tanya Romi kemudian.
“Di
kampung ini tukang sekuteng dan mie tek tek beroperasi di malam hari den.”
“Weh,
sudah bagai tuyul saja beroperasi pada malam hari.”
“Hehehe
yah begitulah den”
“Mang
sudah lama kau jualan di kampung ini?” Tanya Budi.
“Sudah
sepuluh tahun saya keliling kampung ini tengah malam.”
“Apa
tidak takut kalau ada hantu gentayangan disini mang?”
“Asal
hantunya beli sekuteng saya dan bayar pakai duit asli hahaha,” si mang sekuteng
tertawa membuat Romi dan Budi saling pandang.
“Menurut
film yang saya tonton mang, biasanya hantu itu bayarnya pakai daun jambu” seloroh
Budi kemudian.
“Korban
film horor kau ini Bud,” Romi yang sedang mengunyah ikut mengomentari.
Dalam percakapan ringan
mereka, seorang wanita cantik menghampiri. “Sendiri?
Tengah Malam? Bawa Troli dan rambut tersanggul rapi. Mau apa?” Tanya Budi
dalam hati.
“Sekutengnya
neng?” Tanya si mang sekuteng
“1303
bungkus ya mang,” pinta wanita tersebut.
Romi menelan ludah
mendengar pesanan 1303 bungkus sekuteng. Untuk apa wanita ini pesan sekuteng
sebegitu banyak dimalam hari pula.
“Aduhai suaranya lembut sekali selembut kulit putih
bersih miliknya“ Budi bicara dalam hatinya sembari
menatap wanita yang ada dihadapannya.
“Neng
malam-malam sendiri aja?” Tanya Budi.
Yang ditanya hanya
tersenyum.
Lain dengan Budi yang
terpesona, tidak perlu lama bagi Romi untuk menyadari bahwa wanita inilah
targetnya.
Romi menjatuhkan sendok
tepat di kaki wanita tadi lalu dengan cekatan mengikatkan benang putih pada
gaun wanita tersebut. Wangi, kakinya
juga napak. Semua normal.
“Ini
neng sekutengnya sesuai pesanan 1303 bungkus. Apa perlu saya bantu?”
“Tidak
usah mang, kan saya bawa troli. Terima kasih.”
“Iya
neng, hati-hati.”
Sebelum pergi wanita tadi
tersenyum amat manis.
“Dia
langganan saya disini.” Tanpa diminta mang sekuteng memberi informasi.
“Oh
langganan ya, dimana tempat tinggal dia mang?” Tanya Romi.
“Saya
tidak tahu. Pernah saya menanyakannya tapi yang ditanya malah balik nanya dan
senyumnya membuat saya malu untuk bertanya ulang.”
“Duh ileh … Mang bisa jadi dia hantu gentayangan.
Coba cek uangnya barusan! Berubah jadi daun tidak?”
Mang sekuteng mengecek
uangnya … dan tidak terjadi apa-apa. Ini uang asli ditambah wangi menawan ciri
khas wanita tadi.
“Saya
tidak mengapa bila wanita tadi memang bukan manusia.”
Ucapan si Mang sekuteng
tentu menghentikan gerakan Budi dan Romi yang sedang menyantap sekutengnya.
“Karena
saya juga bukan manusia,” lanjut si mang sekuteng membuat Romi dan Budi bertukar
pandang. Mereka punya pemikiran yang sama, terbukti ketika berbarengan
mengalihkan penglihatan mereka pada mangkuk berisi sekuteng.
“Wkwkwkwkw.”
si mang sekuteng terbahak-bahak.
“Aduh
kalian ini masih saja percaya mistis. Tentu saja saya manusia normal seperti
kalian. Sudah saya tebak pasti kalian mengira sekuteng itu berubah menjadi
darah yang dipenuhi belatung.”
Romi dan Budi menghela
nafas lega.
“Makasih
mang, sekutengnya enak dan membuat perut kecang,” ucap Romi dengan memberikan
beberapa lembar uang. Ia sedikit jengkel karena telah dikerjai.
“Sama-sama
den. Saya permisi … hati-hati banyak kunti.” Tanpa wajah berdosa si mang
sekuteng pergi begitu saja.
“Sial
bikin bulu punduk berdiri saja.”
“Btw target kita mana nih, Rom?”
“Heh
kau kemana saja, target sudah ditangan. Ini … “ Romi menunjukan gulungan benang
yang terus berputar.
“Kau
…. “
Seakan paham apa yang
akan dikatakan Budi, Romi mengangguk mengiyakan.
“Let’s Go!”
“Go ….”
Mereka berjalan mengikuti
arah benang dalam genggaman Romi yang terus berjalan.
∞∞∞∞∞
“Gila
Rom jauh bener. Benangnya masih terus berputar.”
02.00 AM
Benang yang mereka ikuti memasuki
pemakaman.
“Wah
wah … ini kuburan Rom, duluan sana!”
Budi ketakuan dan menyuruh Romi jalan duluan.
Perlahan Romi berjalan
melewati beberapa makam yang berjajar rapi.
“Permisi
… permisi … numpang lewat.”
Tiba-tiba Budi menahan
langkah Romi dari belakang dengan tangan gemetar.
“Apa?”
Romi menengok.
“Lihat
itu!”
Wanita tadi …
Dia terlihat sumringah
dan menari-nari diatas salah satu pusara. Jika harus jujur dimata Romi dan Budi
wanita itu nampak sempurna.
Tidak lama setelah
berputar bak berdansa tiba-tiba wanita itu menjatuhkan diri, menunduk dan
menangis sambil memegangi wajahnya. Ketika wajahnya terangkat …
“Hah”
Budi hampir menjerit namun tangan Romi telah lebih dulu membekapnya.
Buruk rupa. Wajahnya 180
derajat berbeda dengan wajah manis sebelumnya. Dia meraung dan menjerit lantas
sekejap hilang dari pandangan Romi dan Budi.
Pukul 03.00 AM
Satu jam tadi begitu
menakutkan. Budi kencing di celana.
“Sudah
mau subuh, ayo kita lihat lebih dekat dimana benang ini berujung!” Ajak Romi
melangkah.
Setelah mengikuti benang
yang masih dalam genggamannya akhirnya Romi dan Budi terhenti di pusara yang
bertuliskan Sekar Binti Djoko yang meninggal pada 13.03.1913.
“Ini
makam sudah lama sekali Rom, kita belum lahir.”
∞∞∞∞∞
Rumor tentang wanita yang
selalu ada setiap malam ditanggal 13 ini telah terjawab. Ia merupakan jelmaan
seorang wanita bangsawan nan dermawan yang meninggal secara mengerikan.
Mencakar-cakar muka dan lehernya sendiri kerena prustasi ditingal kekasih.
Menurut berita yang
beredar wanita bernama Sekar ini suka membagi-bagikan makanan pada semua warga
kampung.
Suatu hari kebahagian
Sekar terenggut karena sang Ibu meninggal akibat sakit menahun.
Sekar berusaha bangkit
dari keterpurukan. Menemukan cinta yang mengindahkan hari-harinya kembali.
Namun belum kering luka lama sepeninggalan sang Ibu, wanita malang ini
menemukan sang kekasih sedang kencan dengan Ibu tirinya yang dinikahi Bapaknya
setahun semenjak kepergian sang Ibu.
Ia marah … ia menangis …
Bapaknya juga telah tiada karena terjatuh dikamar mandi. Semua seperti
disengaja. Sekar mencurigai ibu tirinya lah yang menyebabkan tewasnya sang
Bapak.
Demi menjaga agar Sekar
tidak buka suara, Ibu tirinya mengurung Sekar di gudang tanpa pentilasi udara.
Sekar mengakhiri hidup setelah bertahan 5 tahun dengan cara bunuh diri yang
ekstrim.
Ah
… andai aku yang menjadi kekasihmu tentu tak akan kau tersakiti seperti ini,
ucap Budi dalam hati.
∞∞∞∞∞
Ketika
Romi dan Budi hendak kembali, mereka menemukan sebungkus sekuteng disetiap
pintu rumah warga.
keyword
cerpen cerbung cerita pendek cerita bersambung misteri kasus pencurian pembunuhan empat sekawan metode trik strategi pencurian maling kejahatan cerita seru humor jenaka lucu serius seram misteri misterius horor emosi ngakak njungkel kejedag mbrojol tak terduga plot twist ending ide menulis tulisan berseri berlanjut cerita sedih seram menegangkan horor komedi comedy thriller karangan berkelanjutan mengengangkan ngakak
cerpen cerbung cerita pendek cerita bersambung misteri kasus pencurian pembunuhan empat sekawan metode trik strategi pencurian maling kejahatan cerita seru humor jenaka lucu serius seram misteri misterius horor emosi ngakak njungkel kejedag mbrojol tak terduga plot twist ending ide menulis tulisan berseri berlanjut cerita sedih seram menegangkan horor komedi comedy thriller karangan berkelanjutan mengengangkan ngakak
No comments:
Kami mengharapkan komentar dan kritikan yang membangun, ..