KONDISI kemiskinan masyarakat Aceh, mau tidak mau, terus membuat kita menggeleng-gelengkan kepala. Tak habis pikir. Angka kemiskinan secara konstan tetap lebih tinggi dibandingkan angka rerata nasional. Pertanyaannya: mengapa keadaan itu terus berlanjut di tengah melimpahnya anggaran daerah seakan-akan pemerintah daerah setempat berdiam diri untuk mengatasinya?
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh yang dilansir awal bulan ini mengungkapkan, jumlah penduduk Aceh per September 2015 mencapai 859 ribu jiwa dari sekitar lima juta jiwa penduduk provinsi ini. Jumlah ini mengalami kenaikan sekitar 8 ribu jiwa dibandingkan Maret 2015 yang sejumlah 851 ribu jiwa. Secara persentase, total penduduk miskin di “Tanah Rencong” mencapai 17,11 persen, naik dari Maret tahun yang sama yang sebesar 17,08 persen.
Sepanjang periode Maret-September 2015, persentase penduduk miskin di pedesaan meningkat. Dari 19,44 persen menjadi 19,56 persen. Salah satu faktor penyebabnya, seperti dikatakan Kepala BPS Aceh, Hermanto, adalah kondisi ekonomi di pedesaan belum bergerak dengan baik. Kemiskinan juga dipicu oleh turunnya nilai tukar petani dan tingginya inflasi di pedesaan. Petani mengeluarkan biaya lebih besar dibandingkan pendapatannya. Mereka juga tidak memiliki pendapatan tetap.
Menurut Kepala BPS Aceh, program pembangunan dan berbagai kegiatan besar lainnya di provinsi ini belum menyentuh berbagai sektor di pedesaan. Karenanya, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota disarankan supaya fokus membangun gampong (desa) untuk menekan angka kemiskinan. Dana desa juga diharapkan dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mendorong percepatan pembangunan dan menyejahterakan masyarakat.
Sejak menerima dana otonomi khusus migas selama delapan tahun terakhir, anggaran belanja Aceh, melonjak tajam. Bukan hanya di tingkat provinsi, tapi juga kabupaten/kota. Artinya, pemerintah provini dan kabupaten/kota memiliki ruang fiskal lebih besar untuk menggenjot pembangunan di daerahnya. Ruang itu, seyogianya, untuk memenuhi aspirasi pembangunan masyarakat.
Selain akibat bencana dan konflik berkepanjangan, aspirasi masyarakat di daerah-daerah, terutama di pedesaan, selalu mengemuka. Masyarakat merasa tak tersentuh program pembangunan yang berhubungan langsung dengan upaya perbaikan kehidupan perekonomian mereka. Keluhan itu umumnya adalah dalam sektor infrastruktur jalan, pertanian, maupun akses ekonomi.
Mirisnya, keluhan itu terus berlanjut sampai sekarang. Limpahan anggaran pembangunan daerah tak kunjung mereka nikmati. Padahal, pemerintah selalu mengklaim menerapkan kebijakan pembangunan yang prorakyat miskin. Kebijakan pembangunan dinyatakan merupakan realisasi atas aspirasi masyarakat. Jika demikian, mengapa kondisi kemiskinan yang memprihatinkan itu tak juga mampu diatasi?
Jajaran pemerintahan Aceh berhak membela diri dengan berbagai argumentasi. Namun, upaya itu kemungkinan besar tidak akan efektif. Kondisi faktual atas masih terus tingginya angka kemiskinan berbicara lebih jelas dan tepat bahwa upaya mereka mengatasi kesulitan hidup masyarakatnya melalui program-program pembangunan yang dilakukan belum membuahkan hasil. Ini mengindikasikan bahwa program yang dijalankan belum tepat. Bahkan, mungkin salah, tidak sesuai realitas yang ada.
Harapan Kepala BPS Aceh di atas kita harapkan bisa terwujud. Apalagi, keinginan itu sejalan dengan program nasional. Meski, khusus untuk Tahun Anggaran 2016 ini, kita mungkin masih diliputi pesimisme bahwa harapan itu tercapai akibat terjadinya perdebatan panjang antara Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam membahas rancangan anggaran pendapatan dan belanja Aceh (RAPBA). Perdebatan yang kian mengaburkan inti persoalannya apakah benar-benar untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat atau semata-mata demi memenuhi kepentingan ekonomi dan politik para pihak itu sendiri.
Meski jumlahnya minim, kita berharap pemerintah desa bisa mengoptimalkan dana desa yang diterimanya untuk menggerakkan pembangunan di wilayah masing-masing. Keberhasilan pengelolaan dana desa dalam mengentaskan kemiskinan, mungkin bisa menyadarkan para pemimpin di tingkat provinsi dan kabupaten/kota bahwa ketulusan dan kemauan menjadi kunci penting dalam membangun daerah. Bukan debat kusir yang mengatasnamakan rakyat yang nyatanya tetap saja tak diurus sebagaimana seharusnya!
http://analisadaily.com/tajuk-rencana/news/kemiskinan-di-aceh/203780/2016/01/09
Keyword : Contoh Tajuk Rencana media internet terbaru januari 2016
No comments:
Kami mengharapkan komentar dan kritikan yang membangun, ..