Shalat jum'at merupakan kewajiban seorang mukmin laki-laki yang merdeka, baligh, berakal, sehat dan mampu untuk berangkat, dan muqim. Seorang musafir, yaitu orang-orang yang yang bepergian ke luar kota, tidak dikenai kewajiban shalat jum'at meskipun perjalanannya tidak memenuhi jarak untuk mengqashar shalat.
Barang siapa datang terlambat dan mendapati imam sudah memulai Shalat Jum'at, hendaknya segera bertakbiratul ihram.
Jika sempat ruku' bersama imam, maka ia dihitung mendapat satu raka'at dan tidak perlu menambah rakaat setelah salamnya imam.
Tetapi jika ia mendapati ruku'nya imam pada rakaat kedua saja, maka ia diharuskan menambah satu raka'at lagi setelah salamnya imam, dan sempurnalah shalat Jum'atnya.
Adapun jika ma'mum datang sedangkan imam telah mengangkat kepalanya dari ruku' pada raka'at kedua, maka hilanglah kesempatannya untuk memperoleh Jum'at. Walaupun demikian ia diharuskan segera bertakbiratul ihram dan mengikuti imam dalam duduk tasyahud, dan setelah imam salam, ia langsung berdiri untuk meneruskan shalat Dzuhur sebanyak empat rakaat. Begitulah menurut Imam Syafi'i, Maliki, dan Hanbali.
Orang yang menghadiri jumatan, tidak disyaratkan harus mendapatkan khutbahnya imam. Andaikan ada orang yang datang telat, sehingga baru bisa bergabung ketika iqamah, maka dia cukup melaksanakan shalat dua rakaat, sebagaimana yang dilakukan oleh imam. Karena orang ini dianggap mendapatkan Jumatan.
Lalu kapan batasan seseorang dianggap mendapatkan Jumatan, sehingga dia hanya cukup shalat dua rakaat?
Ibnu Rusyd mengatakan,
فَإِنَّ قَوْمًا قَالُوا: إِذَا أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْجُمُعَةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الْجُمُعَةَ، وَيَقْضِي رَكْعَةً ثَانِيَةً، وَهُوَ مَذْهَبُ مَالِكٍ، وَالشَّافِعِيِّ، فَإِنْ أَدْرَكَ أَقَلَّ صَلَّى ظُهْرًا أَرْبَعًا. وَقَوْمٌ قَالُوا: بَلْ يَقْضِي رَكْعَتَيْنِ أَدْرَكَ مِنْهَا مَا أَدْرَكَ، وَهُوَ مَذْهَبُ أَبِي حَنِيفَةَ.
“Sebagian ulama berpendapat, jika makmum mendapatkan satu rakaat shalat Jumat (bersama imam) maka dia mendapat Jumatan, sehingga dia hanya mengganti satu rakaat. Namun jika dia mendapatkan kurang dari satu rakaat (bersama imam), maka dia wajib shalat zuhur, 4 rakaat. Ini adalah pendapat Imam Malik dan Imam As-Syafi’i.
Sementara ulama lain berpendapat, makmum (yang masbuq) hanya mengganti dua rakaat, selama dia masih mendapatkan bagian apapun dari (shalatnya imam). Ini adalah pendapat Abu Hanifah. (Bidayatul Mujtahid, 1:199)
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat Imam Malik dan Imam As-Syafi’i, sebagaimana keterangan Syekh Abdul Aziz Ibnu Baz berikut:
“Apabila makmum masbuk shalat Jumat hanya mendapatkan sujud dan tasyahud, maka dia shalat zuhur dan tidak shalat Jumat (2 rakaat). Karena status shalat hanya bisa didapatkan (setelah mengerjanak) satu rakaat. Berdasarkan sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Siapa yang mendapatkan satu rakaat shalat maka dia sudah dianggap mendapatkan shalat.” (HR. Bukhari 546 dan Muslim 954)
Demikian pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Dari dua hadis ini diketahui bahwa orang yang tidak mendapatkan satu rakaat jumatan bersama imam maka dia tidak mendapatkan jumatan, sehingga dia wajib shalat zuhur.“Siapa yang mendapatkan satu rakaat shalat Jumat maka hendaknya dia tambahkan rakaat yang lain, sehingga shalat Jumatnya sempurna.” (HR. An-Nasai dan At-Turmudzi)
No comments:
Kami mengharapkan komentar dan kritikan yang membangun, ..