Case 5 : Mencungkil Mata Caca - Syarif Miftahudin's Blog

Thursday, June 13, 2019

Case 5 : Mencungkil Mata Caca


“Tiba juga hari ini,” ucap Romi menghentikan kegiatan teman-temannya. 

“Apa rencana kau?” Indah bertanya.

Romi membagikan selembar kertas kepada Budi, Indah dan Ina.

“Kalian bacalah baik-baik petunjuk disana!”

“Wow … kau sudah merencanakan dengan sangat matang,” Ina buka suara selang 10 menit.

“Namun segala kemungkinan masih bisa terjadi,” tambah Romi.

“Kita harus punya plan B!” Ina memberi usul.

“Aku punya,” Budi melanjutkan.

∞∞∞∞∞

Tepat pukul 08.00 AM 

“Amunisi?”

“Siap!” Serempak.

Mereka berpisah tepat di loby hotel menuju tempat eksekusi masing-masing.

∞∞∞∞∞

Hari ini telah digelar workshop Kedokteran yang dihadiri oleh Dokter spesialis dari seluruh penjuru negeri. Para peserta nampak memasuki loby disambut Indah dan Ina yang berdandan cantik sebagai penerima tamu. Indah mengarahkan semua peserta untuk memasuki aula dimana seminar akan berlangsung.

Didepan aula telah berdiri Romi dengan pakaian rapi dan sepatu mengkilat. Tiga hari lalu dia dipercayai sebagai penanggung jawab acara yang memastikan segala akomodasi peserta seminar terpenuhi. 

Bagaimana caranya Romi bisa dipercaya dalam acara sebesar ini? Bukan hal sulit, Romi DKK memang pandai mengelabui para boneka yang ngakunya jenius.

Romi mengembangkan senyum,  menyapa dan bersalaman kepada semua peserta seminar yang tidak lain adalah seorang Dokter. 

Tidak sampai 10 menit setelah para Dokter bersalaman dengan Romi, mereka memasuki aula lalu merapihkan tempat duduk tiba-tiba tubuh mereka terkulai lesu … pingsan.

Apa yang dilakukan Romi?

Hei … Bung! Ternyata zat yang kemarin Romi curi dari Laboratorium Universitas tempatnya dulu kuliah adalah zat penghilang kendali hanya dengan gesekan kulit.

Budi yang dari tadi hanya bertugas mengawasi muncul dari dalam podium.

“Taraaaa …..” Budi mengagetkan Romi dengan wajah konyol nan menjijikan.

“Apa yang kau lakukan di dalam podium sana?”

“Megintip.”

“Mestinya saat ini kau mengawasi kalau-kalau Profesor datang kemari dan menemukan kondisi para Dokter yang seperti ini.”

“Profesor?” Budi balik bertanya.

“Profesor sudah lebih dulu bermain di alam mimpinya,” lanjut Budi.

“Apa maksud kau?”

“Maksudku, kalau kau menempelkan zat penghilang kendali itu hanya dengan bersalaman … aku lain cerita. 

Ketika menyamar jadi housekeeping dan membersihkan kamar Profesor aku telah menaburkan zat yang akan membuatnya tertidur selama seminggu.” Budi mengenang.

“Kau gila Bud, Prof bisa dianggap mati dan dikuburkan kalau begini caranya.”

“Ini semua demi kelancaran kita, plan B. kita tidak pernah tahu, kan. Bisa saja Prof juga terlibat dalam kasus yang kita curigai ini.”

Ditengah perbincangan Romi dan Budi, Ina dan Indah datang tergesa-gesa. Tanpa pikir panjang mencopot almamater Dokter dan tanpa ba .. bi .. bu .. segera mengenakannya pada tubuh mereka.

Romi dan Budi terheran-heran, mata mereka bertemu, iya, nempel gitu, hadap-hadapan.

“Apa aku sudah seperti seorang Dokter?” Tanya Indah.

“Nice,”ucap Budi.

“Apa yang akan kalian lakukan dengan pakaian itu?” Tanya Romi.

“Mencongkel mata kalian.” Indah dan Ina tertawa bersama.

“Oke! Sekarang tugas kita adalah menggeledah tas mereka dan ambil apapun yang ada di dalamnya!”

“Siap,” serempak Indah, Ina dan Budi berbarengan.

 

∞∞∞∞∞

Budi terlihat serius menggeledah tas salah seorang Dokter wanita. Sekali tiga uang Budi menemukan tabung semacam toples bening bermaterial kuat yang didalamnya terdapat sepasang mata abu.

“Hiksss … apa-apaan ini,” Budi ngilu sendiri membayangkan bagaimana bila matanya di congkel dan dimasukan ke dalam toples. 

Segera ia membawa toples itu, namun Budi teringat ucapan Romi “Ambil apapun yang ada di dalamnya!"

Budi kembali menoleh pada tas Dokter tadi dan mengambil sepasang bra.

Lain dengan Indah yang menemukan surat perjanjian palsu persetujuan pelepasan organ tubuh dari keluarga pasien meninggal di salah satu rumah sakit dengan dalih akan menyumbangkan pada pasien lain yang membutuhkan. 

Atas pertimbangan kemanusiaan keluarga pasien menyetujui untuk menyelamatkan pasien lain yang masih memiliki kemungkinan untuk diselamatkan jika mendapat transplantasi organ. 

Namun kenyataannya Indah membaca sendiri percakapan digital yang menyatakan bahwa organ tubuh tersebut akan di ekspor secara ilegal ke luar negeri dengan harga pantastis.

“Gilaaaa,” gumam Indah.

Romi menyadap semua percakapan digital antara sesama Dokter, pihak Rumah Sakit juga beberapa orang asing yang berprofesi sebagai Dokter pula. Romi menemukan fakta bahwa banyak orang menjual organ tubuh dengan harga murah dibawah 100 juta kemudian para sindikat Dokter Ilegal ini mengekspor organ-organ tubuh manusia tersebut ke luar negeri dengan harga melambung tinggi. 

Pikiran Romi melanglangbuana kemana-mana ia membayangkan banyaknya pembunuhan dengan motif jual beli organ. Seperti kasus yang terjadi di salah satu Desa, seorang pria tewas ditemukan di pinggir danau dengan organ kelamin menghilang.

Transaksi gelap ini menjadikan organ tubuh manusia menjadi ladang bisnis yang bisa membuat kaya raya dalam sekejap mata. Bisnis ilegal semacam ini sudah menjadi rahasia umum yang entah bagaimana cara mengungkapnya disaat semua telah terungkap sejak lama. Mengungkap yang telah terungkap. Ah … miris sekali jika harus mengingat para penguasa yang berpura-pura buta.

Di sudut lain Ina menangis, Romi Budi dan Indah menghampiri.

“Ada apa?” Tanya Romi.

“Kemarin kerabat jauhku ditangani Dokter ini (menunjuk seorang Dokter pria paruh baya yang masih tak sadarkan diri). Saudaraku meninggal, mayatnya diantarkan ke rumah duka dengan kondisi sudah terbungus kain kapan.”

“Lalu?” Budi tidak bisa menahan rasa penasarannya.

“Aku sangat mengenal mata ini,” Ina menunjukan potret sepasang mata dalam situs ilegal penjualan organ tubuh manusia seluruh dunia.

“Bukan saatnya untuk menangis, mari kita pergi dan merancang rencana selanjutnya!”Romi ambil kendali.

Mereka bergegas pergi menuju parkiran dan menyalakan mobil setelah membawa semua barang bukti bisnis haram ini.

“Aku meninggalkan sesuatu …  aku harus mengambilnya,” ucap Indah tiba-tiba.
Indah keluar dari mobil dan berlari, yang lain mengikuti kecuali Ina.

“Ndah tunggu!” Romi dan Budi mengikuti dari belakang.

Sesampainya di aula, Indah tertegun karena beberapa Dokter telah sadar dari pingsannya.

Romi dan Budi yang telah sampai segera bergabung dengan Indah. 

“Apa benda yang kau tinggalkan sangat penting?” Tanya Romi.

“Tentu!” Indah menatap tajam Romi.

Dalam sekejap Budi berganti baju office boy, entah kapan perginya dan dari mana munculnya.

“Apa benda yang kau maksud dan dimana kau menjatuhkannya?” Tanya Budi.

“Dibawah bangku nomor 9 ….”

Indah belum selesai bicara namun Budi sudah bergegas tanpa tahu benda apa yang Indah maksud.
Selang beberapa detik saja Budi kembali dengan muka masam.

“Ini maksud kau?” Menunjukan sesuatu pada Indah. 

“Cepat sebelum semua sadar apa yang terjadi!” Tanpa menjawab Indah meraihnya seraya berlari.

Mereka menubruk siapapun yang dianggap menghalangi langkah mereka termasuk Profesor yang entah bagaimana caranya sudah sadar sebelum 1 minggu. Pasti Budi keliru.

Setelah semua masuk mobil Budi menjitak kepala Indah.

“Aw …” Indah meringis.

“Sepotong gigi kuning kau hampir membunuhku!”

“Hei … gigi ini sangat berhaga. Bagaimana jika para Dokter itu menjual gigiku ke Afrika”

“Mana ada orang Afrika bergigi kuning macam kau Indah!” Ucap Romi sambil menyandarkan punggungnya ke belakang.

Mobil melaju kencang … Ina yang mengambil kemudi.

“Kita akan ke Canada, mengambil sepasang mata milik Caca.”

No comments:

Kami mengharapkan komentar dan kritikan yang membangun, ..